Pages

Rabu, 06 Oktober 2010

मॉडल पेम्बेलाजरण PORTOFOLIO

MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. Pengertian
Selama ini orang lebih mengenal istilah portofolio dalam lapangan pemerintahan yakni digunakan untuk menyebut salah satu jabatan menteri, yakni menteri yang tidak memimpin departemen. Dalam bahasa inggris dikenal istilah minister without portfolio, artinya adalah menteri yang tidak memimpin alias menteri negara. Dalam lapangan pendidikan dan pengajaran, istilah portofolio sebagai model pembelajaran relatif masih belum banyak dikenal secara luas. Yang telah dikenal agak luas adalah portofolio sebagai suatu cara penilaian (portofolio based assesment).
Portofolio sebenarnya dapat diartikan sebagai wujud benda fisik, sebagai proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai suatu wujud benda fisik portofolio adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes awal (pre test), tugas-tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes akhir (post test), dan sebagainya. Sebagai suatu proses sosial pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat didalam pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapaun sebagai suatu adjective portofolio sering disandingkan dengan konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan konsep pembelajarn maka dikenal istilah pembelajaran berbasis portofolio (portfolio based learning, sedangkan jika disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis portofolio (portofolio based assesment).







Menurut Budimansyah (2003 : 8) portofolio diartikan sebagai kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio itu sendiri. Protofolio biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa. Tetapi dapat juga berupa karya terpilih dari satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan untuk memecahkan masalah.
2. Landasan Pemikiran
Untuk lebih mengenal model ini, mari kita kenali terlebih dahulu pemikiran yang melandasinya. Sebagai sutau pembaruan dalam pembelajaran , model pembelajaran berbasis portofolio dilandasi oleh beberapa landasan sebagai berikut.
a. Empat Pilar Pendidikan
Empat pilar pendidikan sebagai landasan model pembelajaran berbasis portofolio adalah learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together, yang dicanangkan UNESCO. Dalam proses pembelajaran para orang dewasa, tidak seharusnya memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah guru laksana botol kosong yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Peserta didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai indibvidu atau kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dna perbedaan hidup. Model pembelajaran berbasis portofolio dilandasi oleh empat pilar pendidikan tersebut.
b. Pandangan Konstruktivisme
Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memilki gagasan/pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa/gejala lingkungan di sekitarnya, meskipun gagasan/pengetahuan ini sering kali naif dan miskonsepsi. Mereka senantiasa mempertahankan gagasan/pengetahuan naif ini secara kokoh. Ini dipertahankan karena gagasan/pengetahuan ini terkait dengan gagasan/pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud “schemata” (struktur kognitif).
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajara dari “apa yang diketahui peserta didik”. Guru/dosen tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non-ilmiah menjadi gagasan/pengetahuan ilmiah. Dengan demikian, arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik dan guru/dosen hanya berperan sebagai “fasililator dan penyedia kondisi” supaya proses belajar bisa berlangsung. Beberapa bentuk kondisi bbelajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan hasil penelitian sederhana, demontrasi dan peragaan prosedur ilmiah, dna kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya.
c. Democratic Teaching
Bangsa indonesia yang tengah melakukan reformasi menuju kehidupan demokratis pada penghujung abad ke-20, harus berpikir bahwa semua institusi harus dpat mendkung untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis didalam kehidupan sehari-hari dilingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah. Ada adagium yang menyatakan bahwa “ demokrasi dalam suatu negara akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warga negara yang memiliki kehidupan demokratis “. Oleh karena itu, sekolah sebagai sebuah institusi penting, perlu menciptakan kehidupan yang demokratis.
Democratic Teaching adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadpa kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik. Dalam prakteknya, para pendidik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Olehg karena itu dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab, dan saling menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan keteganganm dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuatnpeserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan.
3. Prinsip Dasar
Jika diamati secara seksama sekurang-kurangnya ada lima prinsip dasar yang dibawakan model pembelajaran berbasis portofolio ini. Kelima prinsip dasar dimaksud adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar yang reaktif (reactive teaching), dan prinsip dasar belajar yang menyenangkan (joyfull learning).
a) Prinsip Belajar Siswa Aktif
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis portofolio berpusat pada siswa. Dengan demikian model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain strorming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.
Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuesioner, dan lain-lain) mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan informasi data tersebut, mereka mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan ada kalanya , mengabadikan peristiwa penting dalam video.
Pada fase pelaporan aktivitas mereka terfokus pada pembuatan portofolio kelas. Segala bentuk data dan informasi disusun secara sistematis dan disimpan pada sebuah bundel (portofolio seksi dokumentasi). Adapun data dan informasi yang paling penting dan menarik (eyes catching) ditempel pada portofolio seksi penayangan, yaitu papan panel yang terbuat dari kardus bekas atau bahan lain yang tersedia. Setelah portofolio dibuat, dilakukanlah public hearing dalam kegiatan show-case di hadapan dewan juri. Kegiatan ini merupakan puncak penampilan siswa, sebab segala jerih payah siswa diuji dan diperdebatkan dihadapan juri.
b) Kelompok Belajar Kooperatif
Proses pembelajaran dengan model ini juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajan yang berbasis kerjasama. Kerja sama antar siapa? Tiada lain adalah kerjasama antar siswa dan antar kompoonen-komponen lain disekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua pekerjaan disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan satu bentuk kerja sama itu.
Dengan komponen-komponen sekolah lainnya juga seringkali harus dilakukan kerjasama. Misalnya pada saat para siswahendak mengumpulkan data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya dengan jadwal latihan olahraga di sekolah. Dalam hal ini perlu dicari jala keluarnya, yakni membicarakannya dengan guru olahraga sekolah. Apakah jadwla latihan olahraga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerja sama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal seriupa juga sering kali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tau perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekali lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.
Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa merencakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas perpakiran untuk mengetahui kebijakan mengenai perpakiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedagang kaki lima. Mengamati dampak pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya. Kegiatan para siswa itu tentu saja perlu dibekali surat pengantar dari kepala sekolah selaku penanggung jawab kegiatan sekolah.
c. Pembelajaran Partisipatorik
Model Pembelajaran Berbasiis Portofolio juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakoan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Mengapa terdapat pelakonan hidup berdemokrasi? Sebab dalam tiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktek hidup berdemokrasi.
Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilki bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “ democracy is not in heridity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami). Sebab dalam kenyataannya tidak ada jaminan anak dari seorang ayanh yang demokrat akan menjadi seorang demokrat pula. Yang mungkin terjadi adalah seorang ayah yang demokrat, mendidik dan membina anaknya tentang hidup berdemokrasi dalam suasana pergaulan yang demokratis, sehingga pada suatu ketika ia menjadi melalui proses pendidikan yang demokratis pula.
Oleha karena itu mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokratis dan untuk mendukung kehidupan yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar partisipatorik.
d. Reactive Teaching
Untuk menerapkan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata. Demikian juga, guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. Guru harus punya sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa. Jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.
Ciri guru reaktif itu diantaranya adalah sebagai berikut.
 Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
 Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.
 Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.
 Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.
Model pembelajaran berbasis portofolio mensyaratkan guru yang reaktif, sebab tidak jarang pada awal pelaksanaan model ini, siswa ragu dan bahkan malu untuk mengemukakan pendapat. Hal tersebut terjadi oleh karena secara empirik potensi dan kemampuan siswa bervariasi. Ada siswa yang sudah terbiasa mengemukakan pendapat, berdiskusi, bahkan berdebat, akan tetapi siswa yang lain banyak yang tidak demikian. Dalam keadaan seperti itu guru hendaknya dapat memberikan dorongan dan motivasi. Caranya adalah dengan memberikan penghargaan kepda setiap siswa bagaimana pun kualitasnya. Jika setiap pendapat siswa dihargai, lama kelamaan pada diri mereka muncul kepercayaan dirinya untuk tidak malu-malu lagi mengemukakan pendapat.
e. Joyfull Learning
Salah satu teori belajar menegaskan bahwa sesulit apapun materi pelajaran apabila dipelajari dalam suasana yang menyenangkan pelajaran tersebut akan mudah dipahami. Sebaliknya walaupun materi pelajaran tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun apabila suasana belajar membosankan, tidak menarik, apabila siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami. Atas dasar pemikiran tersebut, maka agar para siswa mudah memahami materi pelajaran, mereka harus belajar dalam suasana yang menyenangkan, penuh daya tarik, dan penuh motivasi.
Model Pembelajaran Berbasis Portofolio menganut prinsip dasar bahwa belajar itu harus dalam suasana yang menyenangkan (joyfull learning). Melalui model ini para siswa diberi keleluasaan untuk memilih tema belajar yang menarik bagi dirinya. Misalnya kelas yang sedang mempelajari fisika merencanakan membuat proyek belajar, yaitu mengidentifikasi sejumlah masalah aktual yang ada dimasyarakat, kemudian memilih salah satu diantaranya untuk bahan kajian kelas. Fase selanjutnya mereka terjun ke masyarakat mencari data dan informasi untuk memecahkan masalah tersebut. Pengalaman terjun ke masyarakat adalah sallah satu pengalaman belajar riil yang menyenagkan bagi mereka, disamping melatih sejumlah kompetensi untuk hidup bermasyarakat, seperti misalnya memilki kemampuan melakukan wawancara, melakukan observasi, membuat laporan perjalanan, mampu bergaul dengan masyarakat, menyelami aspirasi mereka, dan sebagainya. Kompetensi-kompetensi tersebut kelak di kemudian hari sangat bermanfaat bagi para siswa untuk hidup dimasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, Dasim. 2003. Model Pembelajaran Portofolio. PT Genesindo: Bandung

0 komentar:

Posting Komentar